Maafkan Aku

Dear, kaka bondol tukang pos.

            Prasangka memang sulit dikendalikan, apalah aku ini? Hanya manusia biasa berpipi bulat macam bakpao isi rumah satu komplek. Kemarin prasangka ku sangat jelek! Mengira kamu kamu yang cantik itu tidak akan sempat membaca postingan surat cinta punyaku L Ternyata, memang prasangka ku  jelek *self toyor*.
            Kamu, iya kamu, tukang pos yang 28 hari (lagi) ke depan akan mengirim surat-surat cinta. Kamu yang hanya membaca surat cinta saja dapat pahala. Kamu yang rambutnya percis seperti rambutku, bedanya hanya warna, mungkin. Aku memohon maaf, atas prasangka buruk yang aku tujukan kepadamu. Manusia memang tak luput dari salah, apalagi aku yang setengah manusia setengahnya lagi bidadari. #lah #peres *ditoyor kak Ika*
            Sekali lagi, aku haturkan beribu maaf atas kesalahanku dalam menilaimu. Semoga besok, lusa dan seterusnya, otak dan pikiranku makin terbuka. Pekerjaanmu tak hanya mengirim surat cinta saja, bukan? Selamat bekerja, kaka bondol. Terbarkan cinta kesetiap penjuru hati.
            Salam kenal dariku, pengirim surat yang akan banyak kata diluar logika, nantinya. Banyak surat yang isinya hanya masalah yang itu-itu saja. Sekali lagi, maafkan aku, kaka berparas cantik, berambut bondol dan blonde. Semoga kamu baik dan tetap dilindungan Tuhan.

Tertanda,

Wanita berpipi bulat.

#30HariMenulisSuratCinta

Untuk Kamu Yang Dulu

Dear, lelaki baik penghuni hati dan pikiranku.

Sudah berapa lama kita tak bertegur sapa? Walau ada pertemuan singkat disela kebersamaan, menatap wajahmu saja aku tak punya keberanian. Hey, tak sadarkah kamu, rindu ini kian membenteng. Semakin tinggi tiang rindu, semakin kuat aku menyimpannya. Ada kalanya aku malu, ternyata ditinggal kamu itu penuh haru, sampai-sampai aku sendiri terbaring pilu. Ah, berprosa seperti ini mengingatkanku betapa kamu lugu dan lucu saat pertama bertemu.

            Mungkin perpisahan yang kamu pilih (iya, hanya kamu) membuatmu bahagia. Sedang aku? Merana. Merana menahan isak tangis, menahan betapa sakit, dan ketahuilah aku tak bisa lupa akan kita. Kadang Ibuku sendiri tak menyangka, lelaki muda penuh tata krama dan sopan santun yang tiada tara, meninggalkanku dengan menggores luka. Iya, Ibuku yang dulu kamu salami saat pertama berkunjung kerumah.

            Tiap malam aku mengingatmu. Saat pertama kita bertemu itu, ah, lucunya. Ingatkah kamu saat kamu menopang tubuhku yang hilang sadar? Kamu membawaku ke rumah sakit, lalu sejak saat itu kita dekat. Sangat dekat seperti nadi yang menyatu dengan urat. Kita bahkan hampir tak punya jarak, sayang.

Kini dirimu memang ada tak begitu jauh, tapi sayangnya, kita sudah berjalan masing-masing. Sedih? Tak usah kamu tanyakan itu, jawabannya sudah pasti iya. Kamu mungkin bahagia dan aku belum, bukan tidak bisa. Sayang, nanti akan aku coba menatap wajahmu, akan ku lihat detail paras lugumu. Jika sudah tak seperti dulu, berarti hanya aku yang menyimpan rindu sebanyak yang aku sendiri tak bisa hitung.

Tertanda,
Pacar kamu waktu itu.


#30HariMenulisSuratCinta