Dear, lelaki
baik penghuni hati dan pikiranku.
Sudah berapa lama kita tak bertegur sapa? Walau ada pertemuan
singkat disela kebersamaan, menatap wajahmu saja aku tak punya keberanian. Hey,
tak sadarkah kamu, rindu ini kian membenteng. Semakin tinggi tiang rindu,
semakin kuat aku menyimpannya. Ada kalanya aku malu, ternyata ditinggal kamu
itu penuh haru, sampai-sampai aku sendiri terbaring pilu. Ah, berprosa seperti
ini mengingatkanku betapa kamu lugu dan lucu saat pertama bertemu.
Mungkin perpisahan yang kamu pilih
(iya, hanya kamu) membuatmu bahagia. Sedang aku? Merana. Merana menahan isak
tangis, menahan betapa sakit, dan ketahuilah aku tak bisa lupa akan kita.
Kadang Ibuku sendiri tak menyangka, lelaki muda penuh tata krama dan sopan
santun yang tiada tara, meninggalkanku dengan menggores luka. Iya, Ibuku yang
dulu kamu salami saat pertama berkunjung kerumah.
Tiap malam aku mengingatmu. Saat pertama
kita bertemu itu, ah, lucunya. Ingatkah kamu saat kamu menopang tubuhku yang
hilang sadar? Kamu membawaku ke rumah sakit, lalu sejak saat itu kita dekat. Sangat
dekat seperti nadi yang menyatu dengan urat. Kita bahkan hampir tak punya
jarak, sayang.
Kini dirimu memang ada tak begitu jauh, tapi sayangnya, kita
sudah berjalan masing-masing. Sedih? Tak usah kamu tanyakan itu, jawabannya
sudah pasti iya. Kamu mungkin bahagia dan aku belum, bukan tidak bisa. Sayang,
nanti akan aku coba menatap wajahmu, akan ku lihat detail paras lugumu. Jika
sudah tak seperti dulu, berarti hanya aku yang menyimpan rindu sebanyak yang aku
sendiri tak bisa hitung.
Tertanda,
Pacar kamu waktu itu.
#30HariMenulisSuratCinta
balikaaann doongggg :(
BalasHapussemangat yaaaaa
-ikavuje
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com