Ternyata saya sendiri lebih suka diam dalam hal cinta. Menutup
rapat-rapat apa yang memang sudah menjadi duka. Sakit kadang, kurang lihai
menahan cemburu pada yang mengenalnya saja sudah tak pantas. Tapi Maha Bercanda
Tuhan dengan segala leluconnya, saya kurang beruntung dalam menahan rasa. Tapi
lebih lucu adalah saya terlalu terlambat menanggap rasa. Rasa yang memang sudah
tumbuh sejak lama, kemudian saya biarkan mengakar dalam hati. Hingga, sekarang
rindang meneduhkan jiwa. Sayang, saya enggan untuk sedikit saja bergeser dari
zona-memaksa-nyaman.
Saya dipertemukan dengan cara yang tak disangka. Hingga dia
betah memenuhi pikiran, lalu mengendap menjadi kecanduan. Lelucon yang mungkin
saat ini Tuhan sedang menertawakan, karena setiap malam sebelum saya terlelap; dan
saya tidak pernah lelap, dia muncul dari semua sudut dan menggantung di langit
kamar. Lalu, membangunkan saya dalam setiap mimpi, dia adalah pemeran utamanya.
Kini memang saya pantas ditertawakan, tak hanya oleh Tuhan,
tapi semua yang melihat saya dalam kecemasan. Atau, bisa jadi kamu yang saya maksud dalam tulisan ini yang sedang
terbahak-bahak melihat saya jatuh menangisi hal yang sudah berlalu.
Kemarin dan hari ini saya memang kekeringan, menangisi kamu
membuat mata kekurangan cairan. Tapi, Tuhan Maha Cinta, nanti Dia akan
menghujani saya berjuta kasih yang saya tenggelam dibuatNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar