Doaku banyak tak
terhitung.
Ku tahu, tak diucap pun,
Tuhan mendengar.
Banyak doa-doa baik yang
ku simpan untuk yang terakhir.
Ku semogakan dan Tuhan
segerakan.
Apapun yang dirasa pahit
saat ini, Tuhan ganti dengan tangan-tangan baik pemahat cinta.
Apapun yang ditunggu hari
ini, kelak Tuhan datangkan tanpa cela.
Apapun itu, apapun yang
kau minta, Tuhan akan beri tanpa pamrih.
Tidak, tidak ya Tuhan. Aku
tidak ingin terburu-buru mendapat sosok pendamping yang ku rasa memang semua
telah Kau siapkan.
Tidak, tidak ya Tuhan. Aku
pun tidak ingin berlama-lama menunggu. Menunggu yang telah Kau siapkan.
Seperti halnya berlayar,
kadang, memang yang disinggahi hanya sandaran, bukan tujuan.
Aku ingin menjadi tujuan,
menjadi rumah yang kemana saja dia berlabuh, aku lah tempatnya pulang.
Rumah yang sederhana.
Yang setiap sudutnya
dilimpahi doa-doa.
Yang tiap dindingnya
dihiasi cinta.
Yang kesederhanaannya
membuat kita bersyukur, bahwa kita ada, dan bersama.
Seperti halnya sakit, obat adalah penawarnya.
Aku ingin menjadi obat, walau kadang pahit, tapi sembuh adalah harapan. Menjadi harapan apapun yang dia ingin, aku ada dalam tiap bait pintanya.
Menyembuhkan luka-luka hati.
Penenang jiwa.
Peluruh semua sakit yang dia rasa.
Jika nanti, suatu saat, semua pergi dan akan berlabuh pada hati-hati yang patah. Lalu, mereka membangunnya lagi dengan perekat cinta. Ketahuilah, pengokohnya adalah doa.
Biar yang lain tahu, semua orang tahu.
Bahwa membangun saja, tidak ada guna tanpa dikuatkan tiap tiangnya.
Jika nanti, suatu saat, semua menemukan obat dan menjadi harapan tiap masing-masing doa. Lalu, mereka menelan pahit kenyataan. Ketahuilah, penyembuhnya bukan hanya cinta, tetapi juga doa.
Doa-doa baik, untukmu yang baik.
Yang tiap pencarianmu menjunjung tinggi harapan, tiap doamu mengutamakan Tuhan.
N.M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar